Oleh Rendy Jean Satria
"Belajarlah dua sudut pandang
Timur dan
Barat. Lalu lihatlah
Apa yang
terjadi dalam kehidupanmu!"
Nietzsche, filsuf klasik Jerman
Yang tadi saya katakan di awal tulisan.
Lucky adalah gabungan antara dua corak pandang timur dan barat. Gejala sosial
yang terjadi di Indonesia, ia gambarkan dalam bahasa gambar yang begitu
mumpuni, skrip yang puitis, dan gambar-gambar yang begitu artistik. Lucky di
dalam setiap filmnya, sangat
memperhatikan unsur-unsur art yang membuat filmnya begitu estetik. Film-film
Lucky Kuswandi, penuh warna, nyentrik, nyeleneh dan menohok. Filmnya tidak
mengapung. Tapi berdiri sendiri. Selalu ada efek kejutan disetiap plot cerita
filmya. Begitu bunyi, begitu riuh sekaligus sunyi, seperti diksi-diksi puisi. Film
Madame X (Kalyana Shira) di tahun 2010. Dimana Film tersebut pernah
memenangkan penghargaan 48th Golden Horse Awards yang digelar di Tapei Golden
Horse Film Festival 2011. Sempat juga diputar di Hongkong. Madame X, adalah film
komedi fantasi. Penuh sindiran sekaligus begitu absurd. Unsur absurditas dalam
film Madame X, begitu kental, begitu menyala.
Berbeda dengan film Madame X, di
dalam Selamat Pagi, Malam, (Kepompong Gendut, 2014) Judul yang begitu
puitik, sekaligus sastrawi. Di film terbaru itu, Lukcy banyak memuat unsur
drama yang begitu realis sekaligus sarkas. Bercerita tentang tiga orang
perempuan. Tiga orang perempuan dengan kompleksitas permasalahannya. Yang
mempertanyakan identitas. Tentang hidup. Dan seketika hidup mereka bertiga,
berubah di luar rencana, semua berubah di kota metropolis Jakarta di suatu
malam yang riuh. Malam, menurut tafsir Lucky, yang saya perhatikan, adalah
ketika matahari tenggelam dimana malam menjadi semacam pengaduan tentang jatidiri
manusia-manusia kota. Yang tadinya baik, berubah menjadi munafik. Begitu
sebaliknya. Lucky dengan film terbarunya itu, sedang berfilsafat tentang
kehidupan masyarakat urban yang begitu membutuhkan kebahagiaan. Kebahagiaan
yang tak terduga. Keceriaan yang begitu sakit.
Filmmaker muda ini, setidaknya telah
memberikan andil besar untuk perkembangan film Indonesia kontemporer. Di zaman
yang serba cepat ini, dan dengan segala kecanggihan-kecanggihannya, dengan
segala atribut-atribut permasalahannya, Lucky dengan cepat membaca tafsir
tentang itu semua. Woody Allen, filmmaker asal Amerika, pernah berujar saya
bergerak, zaman bergerak, film saya pun bergerak. Begitu indah perkataan
Woody Allen, tersebut. Lucky dan filmnya saya kira terus bergerak di antara
zaman yang serba absurd ini. Lucky bergerak mengikuti peta yang terjadi di
Indonesia, dari konflik politik, diskriminasi, agama, budaya dan pencarian
identitas. Kelak film-film Lucky
Kuswandi akan menjadi penting di suatu waktu yang akan datang dan akan lahir
dari tangannya film-film barunya yang begitu indah, begitu art, begitu
filosofis.
2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar