Kukumpulkan
ranting-ranting namamu
Yang
berserakan di lantai masa lalu. Lalu,
Aku
nyalakan api sebesar matahari,
Dan
mengundang para pesakitan untuk melihat
Pembakaran
sebuah nama yang pernah mendiami
Dada
seorang penyair yang linglung, yang lupa
Jalan
pulang “Apa kau sungguh-sungguh ingin
Membakar
nama itu?” ucap sosok api
“Undanglah
prajuritku, kalau kau
Secara
mendadak, berganti pikiran” ujar air
Di
lubuk malam itu
Aku
tak terkapar, karena sebuah nama
Yang
memandangi seluruh tubuhku dengan cinta
Yang
menggusungku pada perjalanan semak belukar
Dan
hari-hari yang terasa sesak karena sebuah omelan
Yang
itu-itu juga.
2014
*puisi saya ini dimuat di Koran Pikiran Rakyat
edisi 12 Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar