Sabtu, 30 Desember 2017

TTM & Manteos Dalam Pentas Menggendong Sandal Hello Kitty


Oleh Rendy Jean Satria




Pertunjukan Teater di Teras Cikapundung (8/10)

Di amphi teater. Di antara jembatan merah dan rimbun pepohonan. Sungai Citarum yang hening di malam itu, menjadi penuh oleh sorotan lampu-lampu artistik. Penonton mulai berdatangan dari atas. Satu jam lalu, hujan berhenti. Pagelaran teater segera dimulai di Teras Cikapundung. Masih dalam event Seni Bandung#1. Kelompok Teater Tarian Mahesa (TTM) & Kelompok Teater Kampung Manteos (Manteos), berkolaborasi untuk mementaskan drama berjudul ‘Menggendong Sandal Hello Kitty’ (8/10) yang disutradarai langsung oleh Gusjur Mahesa, dengan asisten sutradara Suyadi, aktor muda berbakat. Judul drama yang cukup imut, seksi sekaligus penuh dengan tanda tanya. Judul yang akan membuat siapapun penasaran. Termasuk saya, yang selalu resah melihat pertunjukan sebuah drama. Namun, saya cukup terhibur dengan pertunjukan TTM & Manteos. Terhibur dalam artian yang sesungguhnya.



Menggendong Peristiwa Kota Hari Ini

Drama Menggendong Sandal Hello Kitty, sejatinya banyak menginterupsi persoalan isu kota. Kota yang mereka tinggali, semakin membuat mereka tidak nyaman, gelisah dan  mengkhawatirkan. Para aktor, yang berjumlah 30an. Bersuara bukan dalam hening, atau sunyi. Mereka bersuara, dengan riuh, nakal dan penuh hentakan-hentakan dalam membidik pemerintah kota.  Teknik naskah ini, tidak naratif.  Banyak peristiwa yang meluber di panggung amphi teater malam itu, dengan meloncat-loncat, persis seperti tulisan ini.
Kemiskinan, banjir, lingkungan, agama, politik, penggusuran, persoalan keluarga dan korupsi. Isu-isu kota tersebut menjadi  satu blek,  di atas panggung. Aktor-aktor bergerak dari satu sisi ke sisi lain dengan cepat. Lontaran-lontaran dialog dari awal sampai akhir, mempunyai tenaganya masing-masing. ‘apa sih agama’ ‘agama itu tidak bisa jatuh’ ‘yang jatuh umatnya’ ‘jangan korupsi’ ‘otakmu bolong, hatimu kosong’ ‘mending gelo daripada korupsi’ ‘mama, aku menemukan pohon’ ‘jadilah jujur’ ‘jangan buang sampah sembarangan’ ‘pembangunan dimana-mana’ ‘kenapa saya yang menang’ ‘jadilah orang yang beriman’ dan masih banyak lagi, dialog yang mempertemukan kritisisme dan kedalaman, berakhir pada kalimat ‘tidurlah, bermimpilah’. Mengerikan dan masih penuh tanda tanya.


Keluarga Hello Kitty, Simbol Perlawanan

Keluarga Hello Kitty, yang berjumlah tiga orang. Papa (Suyadi), mama (Irda) dan anaknya, bernama Kitty (Keykey). Menjadi simbol keluarga kota hari ini. Mereka berpenampilan layaknya kaum borjuis. Bergerak, dari satu tempat ke tempat lainnya. Sambil sang papa menggendong sandal Hello Kitty selama perjalanan. Sampai keluarga Kitty akhirnya menemukan jawabannya, pada sebatang pohon di antara pembangunan-pembangunan kota yang semakin tidak merata. Latar alam, sungai dan hutan membuat suasana pertunjukan malam itu semakin mengena dari sudut pandang artistik.

Keluarga Kitty dalam perjalanan untuk menemukan sebatang pohon, banyak melihat kejadian-kejadian yang miris, dari pemilu yang penuh kebohongan, pendakwah yang apatis, lingkungan yang hancur, korupsi dimana-mana, dll. Papa berserta keluarga kecilnya pun resah tapi ia masih berharap akan bisa menemukan pohon untuk tempat mereka berteduh. Aktor-aktor muda berbakat dari TTM & Manteos, bermain dengan lincah sebagai warga, sekaligus sebagai aktor gruping.

Dan di tengah pertunjukan, drama ini menampilkan sosok Presiden Republik Gelo (Gusjur Mahesa), sebagai penguasa daerah yang mereka tempati. Sang Presiden berorasi, dengan penuh banyolan, satire yang hitam. Pahit ditambah getir, orasi tersebut diringi musik penuh hentakan. ‘otakmu bolong, hatimu kosong’ adalah sebait kalimat yang menjadi inti orasi mengenai anti korupsi.

Namun sayangnya, orasi tersebut mungkin disadari atau tidak oleh Presiden Republik Gelo,  yang menjayikan orasi terlalu panjang dan melelahkan pendengaran sebagian penonton, termasuk saya.  Jatuhnya repetisi lisan menenggelamkan kehadiran aktor-aktor lainnya. Lalu pertanyaan dari saya kepada Presiden Republik Gelo (Gusjur Mahesa), layakkah sosok sang Presiden Republik Gelo muncul di tengah pertunjukan Menggendong Sandal Hello Kitty, dengan durasi waktu yang cukup lama?

Menggendong Sandal Hello Kitty, sejauh analisis saya adalah wajah lain dari urbanisasi segelintir masyarakat yang ingin menemukan masa kanak-kanaknya, yang nyaman, aman dan bahagia. Namun dinamika kota berlainan. Banyak kejadian yang begitu memilukan. Yang mereka pun tidak bisa menghentikannya. Tapi harapan itu masih mereka yakini. Harapan tentang masa depan yang cerah. Penemuan sebatang pohon adalah simbol masa depan cerah tersebut masih ada.

Anak-Anak Teater Zaman Now! Dari Manteos

Saya pun tidak berani mengklaim, kalau teater TTM & Manteos dalam pementasan ‘Menggendong Sandal Hello Kitty’ ini mirip gaya longser, dibalut dengan drama musikal. Saya melihat pentas yang dibawakan TTM & Manteos punya style pemanggungan yang mudah diserap oleh semua lapisan masyarakat. Karena mungkin aktor- aktornya kebanyakan lahir pada generasi zaman now. Belajar teater secara otodidak dengan bakat terpendam yang mereka miliki dari referensi teknologi seperti Yotube atau Instagram. Hal inilah yang sedang dilakukan oleh Suyadi ketika mengasuh anak-anak remaja zaman now tersebut di sanggar teater kampung Manteos yang berlokasi di belakang sungai Citarum. Ya saya menyebutnya Teater Zaman Now-lah. Yang kelak kalau Suyadi serius dalam mengasuh mereka, tidak menutup kemungkinan bisa mewarnai perjalanan teater di Bandung. 


Bandung, 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar