Oleh Rendy Jean
Satria
Pertunjukan Teater
di Teras Cikapundung (8/10)
Di amphi teater.
Di antara jembatan merah dan rimbun pepohonan. Sungai Citarum yang hening di
malam itu, menjadi penuh oleh sorotan lampu-lampu artistik. Penonton mulai
berdatangan dari atas. Satu jam lalu, hujan berhenti. Pagelaran teater segera
dimulai di Teras Cikapundung. Masih dalam event Seni Bandung#1. Kelompok Teater
Tarian Mahesa (TTM) & Kelompok Teater Kampung Manteos (Manteos),
berkolaborasi untuk mementaskan drama berjudul ‘Menggendong Sandal Hello Kitty’
(8/10) yang disutradarai langsung oleh Gusjur Mahesa, dengan asisten sutradara
Suyadi, aktor muda berbakat. Judul drama yang cukup imut, seksi sekaligus penuh
dengan tanda tanya. Judul yang akan membuat siapapun penasaran. Termasuk saya,
yang selalu resah melihat pertunjukan sebuah drama. Namun, saya cukup terhibur
dengan pertunjukan TTM & Manteos. Terhibur dalam artian yang sesungguhnya.
Menggendong Peristiwa Kota Hari Ini
Drama Menggendong
Sandal Hello Kitty, sejatinya banyak menginterupsi persoalan isu kota. Kota
yang mereka tinggali, semakin membuat mereka tidak nyaman, gelisah dan mengkhawatirkan. Para aktor, yang berjumlah
30an. Bersuara bukan dalam hening, atau sunyi. Mereka bersuara, dengan riuh,
nakal dan penuh hentakan-hentakan dalam membidik pemerintah kota. Teknik naskah ini, tidak naratif. Banyak peristiwa yang meluber di panggung
amphi teater malam itu, dengan meloncat-loncat, persis seperti tulisan ini.
Kemiskinan,
banjir, lingkungan, agama, politik, penggusuran, persoalan keluarga dan
korupsi. Isu-isu kota tersebut menjadi
satu blek, di atas
panggung. Aktor-aktor bergerak dari satu sisi ke sisi lain dengan cepat. Lontaran-lontaran
dialog dari awal sampai akhir, mempunyai tenaganya masing-masing. ‘apa sih
agama’ ‘agama itu tidak bisa jatuh’ ‘yang jatuh umatnya’ ‘jangan korupsi’
‘otakmu bolong, hatimu kosong’ ‘mending gelo daripada korupsi’ ‘mama, aku
menemukan pohon’ ‘jadilah jujur’ ‘jangan buang sampah sembarangan’ ‘pembangunan
dimana-mana’ ‘kenapa saya yang menang’ ‘jadilah orang yang beriman’ dan
masih banyak lagi, dialog yang mempertemukan kritisisme dan kedalaman, berakhir
pada kalimat ‘tidurlah, bermimpilah’. Mengerikan dan masih penuh tanda
tanya.
Keluarga Hello
Kitty, Simbol Perlawanan
Keluarga Hello
Kitty, yang berjumlah tiga orang. Papa (Suyadi), mama (Irda) dan anaknya,
bernama Kitty (Keykey). Menjadi simbol keluarga kota hari ini. Mereka
berpenampilan layaknya kaum borjuis. Bergerak, dari satu tempat ke tempat
lainnya. Sambil sang papa menggendong sandal Hello Kitty selama perjalanan.
Sampai keluarga Kitty akhirnya menemukan jawabannya, pada sebatang pohon di
antara pembangunan-pembangunan kota yang semakin tidak merata. Latar alam,
sungai dan hutan membuat suasana pertunjukan malam itu semakin mengena dari
sudut pandang artistik.
Keluarga Kitty
dalam perjalanan untuk menemukan sebatang pohon, banyak melihat kejadian-kejadian
yang miris, dari pemilu yang penuh kebohongan, pendakwah yang apatis,
lingkungan yang hancur, korupsi dimana-mana, dll. Papa berserta keluarga
kecilnya pun resah tapi ia masih berharap akan bisa menemukan pohon untuk
tempat mereka berteduh. Aktor-aktor muda berbakat dari TTM & Manteos,
bermain dengan lincah sebagai warga, sekaligus sebagai aktor gruping.
Dan di tengah
pertunjukan, drama ini menampilkan sosok Presiden Republik Gelo (Gusjur
Mahesa), sebagai penguasa daerah yang mereka tempati. Sang Presiden berorasi,
dengan penuh banyolan, satire yang hitam. Pahit ditambah getir, orasi tersebut
diringi musik penuh hentakan. ‘otakmu bolong, hatimu kosong’ adalah
sebait kalimat yang menjadi inti orasi mengenai anti korupsi.
Namun sayangnya,
orasi tersebut mungkin disadari atau tidak oleh Presiden Republik Gelo, yang menjayikan orasi terlalu panjang dan
melelahkan pendengaran sebagian penonton, termasuk saya. Jatuhnya repetisi lisan menenggelamkan
kehadiran aktor-aktor lainnya. Lalu pertanyaan dari saya kepada Presiden
Republik Gelo (Gusjur Mahesa), layakkah sosok sang Presiden Republik Gelo muncul
di tengah pertunjukan Menggendong Sandal Hello Kitty, dengan durasi waktu yang
cukup lama?
Menggendong Sandal
Hello Kitty, sejauh analisis saya adalah wajah lain dari urbanisasi segelintir
masyarakat yang ingin menemukan masa kanak-kanaknya, yang nyaman, aman dan
bahagia. Namun dinamika kota berlainan. Banyak kejadian yang begitu memilukan.
Yang mereka pun tidak bisa menghentikannya. Tapi harapan itu masih mereka
yakini. Harapan tentang masa depan yang cerah. Penemuan sebatang pohon adalah
simbol masa depan cerah tersebut masih ada.
Anak-Anak Teater
Zaman Now! Dari Manteos
Saya pun tidak
berani mengklaim, kalau teater TTM & Manteos dalam pementasan ‘Menggendong
Sandal Hello Kitty’ ini mirip gaya longser, dibalut dengan drama musikal. Saya
melihat pentas yang dibawakan TTM & Manteos punya style pemanggungan
yang mudah diserap oleh semua lapisan masyarakat. Karena mungkin aktor-
aktornya kebanyakan lahir pada generasi zaman now. Belajar teater secara
otodidak dengan bakat terpendam yang mereka miliki dari referensi teknologi
seperti Yotube atau Instagram. Hal inilah yang sedang dilakukan
oleh Suyadi ketika mengasuh anak-anak remaja zaman now tersebut di sanggar
teater kampung Manteos yang berlokasi di belakang sungai Citarum. Ya saya
menyebutnya Teater Zaman Now-lah. Yang kelak kalau Suyadi serius dalam
mengasuh mereka, tidak menutup kemungkinan bisa mewarnai perjalanan teater di
Bandung.
Bandung, 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar