Bagaimana, kabar
kesepian itu
dan wajahnya seperti apa?
Aku
ingin kembali ke masa silam dan tersesat pada jalan
Waktu
yang kau ciptakan dari airmata. Ingin melihat sekali lagi saat
Peri Sandi meninju
lampu merah di Perempatan Buah-Batu
Saat matahari masih berkomplot dengan
bayangan-bayangan merah
Bertemulah sepasang kekasih di situ, Inaya yang
tersipu malu-malu
Di dalamnya aku temukan, Banten
dan Sukabumi yang berkelok-kelok
Bagaimana,
wajah masa lalu itu harus kugambarkan
Dengan pensil warna atau dengan memakai adobe photoshop.
Ada seekor puisi yang berjalan
di kepalaku, saat Semmi Ikra
Meledak-ledak membaca puisi manisnya di
taman-taman kebahagiaan
Dan di dalamnya aku temukan
…Bali, Malang, Tasikmalaya dan kuda berwarna hitam
Kacamata minus,
cinta bertepuk sebelah tangan. Dan kereta-kereta
Yang membawa penumpang
filsafat yang gelap. Sekaligus remang-remang
Aku ingin itu, menjadi bingkai pada
yang lahir dan mati
Lalu
aku amati satu-satu, aktor-aktor teater yang melompat
Dari panggung hitam ke
panggung putih. Irwan Jamal yang merah
Menyeret-nyeret kepala metafora ke dalam
panggung. Berdiri di atas cermin
Wajahnya tersedu-sedu
Tak
ada salahnya. Kalau banjir kata-kata di mataku tumpah
Dan menjadi
kelelawar-kelelawar yang menganggu mimpiku selama ini
Kisah-kisah teman yang
kusimpan dalam hardisk
Yang sewaktu-waktu akan hilang ditelan virus dari masa
depan
Tuttsssssssssss……mereka semua
terbang, terbang dan terbang seperti
kapas
Menelan kisah hidupku sebagai penyair paling sedu sedan
Yang
duduk-duduk manja di pinggiran Braga
Menunggu matahari jatuh
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar