Oleh Rendy Jean Satria
“Sastra
Menjadi, warga sastra dunia”
(H.B Jassin)
![]() |
H.B Jassin |
Semenjak tahun
1940an, kritikus H.B Jassin secara serius menekuni dunia dokumentasi sastra,
yang menurut penuturannya, sebagai kenikmatan tersendiri. Ia terobsesi untuk
menjadikan Indonesia
menjadi kiblat sastra dunia. Ia orang yang banyak membaca meneliti, dan juga
banyak mengritik. Ia orang yang pendiam. Ia tidak begitu pandai berterorika di
depan mahasiswa-mahasiswanya di Universitas Indonesia . Ia mempelajari semua
sejarah periodisasi sejarah sastra yang ada di dunia. Ia orang yang menemukan
Chairil Anwar, yang menurutnya sebagai pelopor angkatan 45. Ia orang yang apik mendokumentasikan
karya-karya sastrawan Indonesia
yang sudah terkenal maupun belum terkenal. Ia minta puisinya, ia minta juga
tulisan asli dari penyairnya yang masih dalam kertas buram dengan tulisan tinta
yang masih amburadul. Yang menurut penuturannya, penting buat keperluan
pendokumentasian pribadi. Ia rajin mengipling tulisan puisi-puisi di
koran-koran sastra terkemuka saat itu. Ia juga rajin meminta foto
sastrawan-sastrawan Indonesia
satu persatu, lagi-lagi alasannya, penting buat keperluan pendokumentasian
pribadi Terlihat kecil memang di mata orang awam, meminta tulisan tangan calon
sastrawan-sastrawan yang belum terkenal. Tapi bagi H.B Jassin itu perlu, itu
harus.
Kerja keras H.B Jassin,
selama berpuluh-puluh tahun akhirnya mendapatkan apresiasi positif dari
Gubernur Jakarta Ali Sadikin saat itu. Yang melihat dokumentasi sastra milik H.B
Jassin adalah aset sejarah sastra Indonesia yang harus diolah secara
profesional. Ia di beri tempat dan lahan. Yang tidak begitu luas di area Taman
Ismail Marzuki, untuk membangun kantor barunya di lantai 2 gedung Galeri Cipta.
Yang ia beri nama cukup kharismatik (PDS) Pusat Dokumentasi Sastra H.B Jassin.
Yang di resmikan oleh pukulan Gong dari Ali Sadikin dan kata sambutan dari
Sutan Takdir Alisyabana perwakilan Akedemi Jakarta, pada tanggal 28 Juni 1976. Dan
jadilah PDS H.B Jassin, sebuah tempat yang penuh dengan sejarah sastra yang
panjang, sebuah tempat di mana menjadi kiblat bagi pengamat sastra, kritikus
sastra, para penyair, sastrawan dan pencinta sastra dari seluruh pelosok datang
dan duduk berlama-lama di sana untuk mengamati, mempelajari dan mencari hal-hal
yang berbau tentang sastra. Karena di
tempat itulah satu-satunya pusat sastra yang terlengkap yang ada di Indonesia .
Tempat di mana kita bisa melihat tulisan-tulisan tangan asli dari
sastrawan-sastrawan yang melegenda yang kita kenal selama ini. Tempat di mana juga
kita bisa melihat hasil kerja keras perintisnya selama berpuluh-puluh tahun. Yang
kini PDS, dalam polemik, terancam ditutup, karena permasalahan klasik. Yaitu
pendanaan.
SK Yang Tidak Memihak
Polemik itu sebetulnya,
sudah begulir atas adanya surat
keputusan Keputusan Gubernur dari Gubernur Fauzi Bowo (SK Gub) DKI Jakarta No.
SK IV 215 tertanggal 16 Februari 2011. Yang hanya mengelontorkan dana untuk Yayasan
Pusat Dokumentasi Sastra H.B Jassin, sebesar Rp 50 juta per/tahun, yang tadi
dana awalnya mendapatkan 500 juta per/tahun terhitung dari tahun 2003 untuk
pengembangan, kini dipangkas secara signifikan oleh pemprov Jakarta . Sebuah dana, yang sangat sedikit
untuk mengurus sebuah pusat dokumentasi terbesar, yang menyimpan lebih dari
50.000 dokumen-dokumen penting. Dana 50 juta itu, pun dimasukkan dalam pos
hibah, bantuan sosial dan bantuan untuk program kemasyarakatan. Belum lagi kendala-kendala
teknis yang ada di PDS H.B Jassin, seperti tempat penyimpanan dokumen yang kabarnya kekurangan lahan seiring
bertambahnya koleksi, masalah pelayanan dan masalah pendigitalan. Sebuah cerita
yang tidak memihak, memang. Tentang cerita panjang dari kerja keras kritikus
sastra Indonesia , yang niat
awalnya, untuk melestarikan dan mengamankan aset sejarah sastra Indonesia .
Tidak terlalu begitu di perhatikan secara jeli oleh pemerintah setempat. Pemerintah, semakin jelas menggambarkan sebuah
prospek pemetaan tentang pengembangan aset sejarah Indonesia , yang kian kabur, samar
dan jauh dari harapan. Dan polemik ini, mengundang rasa prihatin yang mendalam dari
para penggiat-penggiat sastra, penyair, sastrawan, dan kritikus sastra, di
beberapa kota
yang ada di tanah air, untuk bergerak dengan menggelar acara amal, untuk PDS H.B
Jassin. Untuk memberi nyawa kembali
kepada sebuah pusat sastra, yang kelak kata H.B Jassin, ”Sastra Indonesia akan menjadi warga sastra dunia”. Kalimat itu bukan sabda, tapi sebuah keinginan dari yang orang ikhlas yang separuh hidupnya
hanya untuk melestarikan dan mengamankan aset sejarah sastra Indonesia . PDS H.B Jassin.
Beberapa tahun ini pun PDS H.B Jassin, memang
sepi penghujung, plus pemasukan dana yang
semakin menjadi anjlok, kalau kita lihat buku tamunya, hanya ada satu atau dua
nama yang tertera di sana .
Hanya ada beberapa pegawai yang acap kali sedang duduk santai, tanpa melakukan
sebuah rutinitas, yang sibuk. Foto bohemian Chairil Anwar yang terpajang dekat
pintu masuk, juga terlihat agak miring sedikit, dan dilumuri oleh sarang
laba-laba, sedikit berdebu, tampak jarang di bersihkan. Di ruang pengelola pun, komputer keluaran
lama tampak masih terus di pakai untuk memindai beberapa database ke komputer. Beberapa
bingkai yang terbuat dari kaca keramik yang bertengger di rak kayu dekat ruang
duduk pembaca, yang bergambarkan foto-foto penyair terkenal seperti foto Rendra
muda, Jose Rizal muda, Sutardji muda
dengan tulisan tangan aslinya, juga berdebu dengan posisi agak sembarang, tidak
tertata. Jangan sampai itu menjadi sebuah gambaran utuh, tentang sebuah perjalanan
yang panjang tentang wajah sejarah sastra Indonesia ***
31 Maret 2011
![]() |
Di Pusat Dokumentasi Sastra H.B Jassin Jakarta |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar