Kamis, 14 Agustus 2014

Review Film: Sebelum Pagi Terulang Kembali


Kejujuran Versus Idealisme

Oleh Rendy Jean Satria


"Selamat datang kebenaran
selamat pergi kepalsuan"
Allen Ginsberg,Penyair Amerika    




Add caption
Pagi adalah suci. Pagi adalah fondasi awal untuk membangun peradaban identitas pertama. Pagi adalah kejujuran saat kita melihat wajah kita di cermin sebelum beraktifitas. Ada semacam kegeregetan dan kegelisahan, saat kita menyaksikan Film Sebelum Pagi Terulang Kembali, yang diproduksi oleh Cangkir Kopi Production bekerjasama dengan KPK, untuk mengiterupsi gejala-gejala akut korupsi, kebohongan, intrik dan konspirasi di Indonesia. Film ini semacam jawaban, untuk kembali kita menyadari ada hal yang harus kita lawan di sekitar kita, di lingkungan kita, di kanan-kiri kita, di depan-belakang kita, bahwasannya korupsi bisa terjadi di lingkungan keluarga sendiri. Film Sebelum Pagi Terulang Kembali yang disutradarai oleh Lasja F Susatyo, merekam segala aktifitas korup di lingkungan keluarga, yang berimbas pada keretakan harmonisasi. 

Film ini bercerita tentang Yan (Alex Komang) pejabat pemerintah yang mempunyai prinsip kejujuran dalam dirinya, menolak disuap, menolak untuk melakukan korupsi, dan tetap menjalankan hidup yang sederhana, Yan mempunyai Istri bernama Ratna (Nungki Kusumastuti), seorang dosen filsafat yang mempunyai pandangan teoritis, tentang salah dan benar, yang mempelajari ilmu etika, ilmu epistomologi dan ilmu logika. Yan dan Ratna, memiliki tiga orang anak; Firman (Teuku Rifnu Wikana), Satria (Fauzi Baadila), dan Dian (Adinia Wirasti), yang ketiga anaknya tersebut mempunyai kompleksitas permasalahan yang berbeda-beda, tapi mempunyai satu keterkaitan yang kelak akan merubah kehangatan di dalam keluarga mereka. Kemunculan Hasan (Ibnu Jamil) yang menjadi kekasih Dian, adalah jawaban pertama tentang kehancuran keluarga ini dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran dan keterbukaan. Seketika suasana menjadi suram dan gelap. Kontruksi nilai-nilai kejujuran tiba-tiba menjadi hancur dan menjadi sampah

Film ini, begitu sederhana sekaligus filosofis, kita tidak perlu mengerenyitikan mata kita saat menyaksikan film ini. Dari awal sampai akhir, film Sebelum Pagi Terulang Kembali, begitu berjalan secara realis dengan plot cerita yang begitu rapi dan hati-hati. M. Abduh Aziz, produser sekaligus konseptor ide cerita tersebut, paham betul dan sadar betul, bahwa film ini harus bisa menjadi mercusuar pencerahan bagi masyarakat Indonesia, untuk segera menghentikan gejala-gejala korupsi di lingkungan terdekat kita, terutama di dalam keluarga kita. Bahwasannya segala macam aktifitas konsumerisme dan materalisme hanya berakhir pada kejatuhan. Tema keluarga dalam film ini, begitu sangat dinamis dan bernas. Nilai-nilai kejujuran Yan sebagai kepala keluarga, bertabrakan dan pecah begitu saja, ketika Yan harus berhadapan dengan pandangan individualisme dan idealisme anak-anaknya. Ratna, sang istri, kemudian menjadi absurd di film ini, sebagai dosen filsafat, yang saban hari bergelut dengan rumusan ilmu-ilmu logika, dan ilmu-ilmu etika, tidak bisa berbuat banyak ketika pandangan filsafatnya hanya menjadi penonton ketika anaknya Firman (Teuku Rifnu Wikana) dan Satria (Fauzi Baadillah) tertangkap KPK. Well, Film Sebelum Pagi Terulang Kembali, harus menjadi fenomena awal dalam industri perfilman kita, agar bahwasannya media film, harus menjadi bagian inti, bagian garda depan, dalam menyuarakan gerakan anti korupsi!


2014.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar