Puisi-puisi Rendy
Jean Satria
Ciampea
Langkahku semakin
lelah menyusuri
Jembatan bambu,
pagar-pagar berlumut
Batas antara
dendam dan kebaikan
Seperti jurang
yang begitu lebar
Di balik suara
adzan aku sembunyikan
Luka yang terjadi
di musim hujan
Dzikir demi
dzikir berjatuhan seperti
Air di mulut goa
Telah lama
kujauhi suara-suara bising
Membiarkan
tubuhku dipenuhi gigitan-
Gigitan nyamuk di
kedalaman hutan ini
Menolak untuk
pulang dan bercengkrama
Di kampung ini, kolecer-kolecer
menahan
Angin liar.
Anjing-anjing bergerak dari
Satu pohon ke
pohon lainnya, daun-daun
Menumpuk menjadi
komposisi nyanyian
2018.
Masigit Kareumbi
Jauh di matamu
masih tersimpan
Suara angin ribut
hutan-hutan
Sekelebat cahaya
tampak seperti
Segerombolan yang
akan makmum
Pada kabut tebal
di atas gunung karuhun
Sebuah pagi
dengan latar sungai-sungai
Jalan kampung,
akar-akar tua, dan rusa
Yang diganggu
anjing-anjing liar. Jembatan
Gantung pemisah
antara rumah pohon
Dan sedu sedanku,
menjadi remuk
Pada puisi yang
kutulis di tengah cuaca
Amuk ini, masih
tersisa sedikit kabar
Tentang masa-masa
keheningan
Pada langit yang
jauh, aku titipkan
Kata –kata ini
sebagai Amin
2018.
Menginap di Cicalengka
Di stasiun itu masih
tersimpan
Bangkai
gerbong-gerbong tua
Yang meleleh oleh
waktu. Papan
Penanda bagi peziarah
Dari kejauhan
langit sehalus
Para arwah-arwah
Pernah kupercaya
pada kampung lain
Namun berakhir
juga di sini. Rumah
Pertengahan bagi
kata yang tak lagi
Bisa dilukai oleh
seribu pelukan ringan
Di musim hujan,
Kesepianku berdzikir
Dan tegak bagai alif
Di Cicalengka,
kuseret langkah-langkah
Kecilku, belajar
tajwid demi tajwid
Untuk menjaring
cahaya. Tubuhku
Yang lelah pada
akhirnya hanya menjadi
Kalam-kalam di
makam
2018.
Di Gang Pantes,
Cipacing
Di gang tua ini,
dulu
Aku pernah
membuang
Airmataku.
Sendiri
Tanpa kata
Di jauhan, barisan
pohon cemara
Puluhan antena
tv, bangku-bangku kayu
Rumah-rumah
berlumut
Angin yang
mengungsi
Di lantai dua
Dinding retak dan
hujan
Deras mengurungku
Pot-pot kaktus,
kura-kura mati
Dan sebagaimana
resah
Yang basah, di
dadaku
Aku sedang
menunggumu
Tanpa doa atau
harapan
Dan sebagaimana
resah
Yang basah di
dadaku
Aku habiskan
akhir pekanku
Di gang ini,
tanpa sentuhan
Dan ciuman
panjang seperti
Biasa
2018.
 |
Koran Suara NTB (Nusa Tenggara Barat) |
 |
4 Puisi Rendy Jean Satria di Koran Suara NTB, 10 Maret 2018 |