Jumat, 09 Desember 2016

Fotografi

Fotografi: Aldo, Lokasi: Kampus STSI Bandung


Fotografi: Aldo, Lokasi: Kampus STSI Bandung

Jumat, 29 April 2016

Lima puisi di Koran INDOPOS, 16 April 2016.

Lima puisi saya yang dimuat di koran INDOPOS pada tanggal16 April 2016,  
dengan redaktur puisinya Sutardji Calzoum Bahri

(1) Perempuanku
(2) Di Jalan Cijawurah, Bandung
(3) Cukuplah Hari Ini
(4) Begitu Sesampainya di Dekatmu
(5) Padamu yang Sabar Mendengar




Perempuanku


Betapa sukar, jika kau tak meramuku
Menjadi jantan paling tajam di hutan puisi
Memadukan antara gairah dan jelmaan
Putra atlantik, yang dikagumi leluhur langit
Yang semua bermula dari khayangan-
Khayangan, tempatmu tidur dan tegak

Kala aku menjadi jantan, kau menuangkan
Anggur paling birahi, keras, dan rahasia
Yang rasanya melanglang buana di detak
Jantungku, seluruhnya. Sampai-sampai
Kau tak canggung, mengenalkanku
Pada angin keheningan, juga malam
Paling harum

Kau adalah unggunan api puisiku
Tempat kehangatan segala kasih
Mendapat singgasana agungnya
Kerling matamu, halus jari-jarimu
Mekar bibirmu, fana tubuhmu
adalah tanah air bagi kejantananku 


Bandung,  2016.



Padamu yang Sabar Mendengar


Sudah berapa kali patahan-patahan rambutmu
Jatuh dibahuku saat kau bersandar. Sudah berapa
Ribu jam, kau tak pernah mengeluh diajak bicara
Tentang Bandung di bawah Viaduct

Aku pun akan menggigil dingin, saat sentuhan
Itu hilang sejenak. Sunyi seperti tentara-tentara
Yang siap menembaki sajak-sajakku
Ketika kau menyelinap menuju bintang-bintang
Seorang diri

“Temani aku, dengan resiko apapun
Jangan biarkan aku tergerus sedu sedan”

Padamu yang sabar mendengar gumam, keluhan
Juga igauan-igauanku yang terlampau rahasia
Pengakuanku yang paling jujur seperti patung
Yang dijilati angin dan matahari. Lagu esok pagi
Yang akan kau tampung di kedua kupingmu


Bandung, 2016.






Selasa, 08 Maret 2016

Launching buku puisi Kyai Yuyun Wahyudin dengan narasumber Rendy Jean Satria 
Minggu 28 Februari 2016 di STAI, Al-Falah Cicalengka - Bandung. Yang diadakan komunitas arus tali


dokumentasi foto : Komunitas Arus Tali
*saat baca puisi


Selasa, 16 Februari 2016

Berjalan di Pinggiran Tegalega




Pada saatnya nanti
Puisiku akan bersandar di sana
Tempat pertama kali cerlang
Matamu menikamku
Dan berteduh dari segala
Hujan rasa airmata

Kita tak perlu membuat sidang-
Sidang tentang masa lampau
Tentang di mana kau dan aku
Pernah terjun bebas pada kegelapan
Pada cinta yang pernah mengayunkan
Pedangnya

Pada lampu-lampu jalan menujumu
Pada gang-gang yang berlumut
Pada trotoar-trotoar yang terkantuk-kantuk

Di antara lagu-lagu Cat Stevens
Pecahan kaca halte
Lampu merah yang tertidur
Perempatan belok kanan
Aspal-aspal berlubang

Kupadatkan kesunyianku
Kuikatkan kata-kataku
Kulemparkan nama-nama
Ke tengah jalan, agar dilupakan
Dan membusuk

Pada saatnya nanti ke dua tanganku
Akan selalu membungkus tubuhmu
Dari musim dingin, dari malam ke malam
Yang selalu meniupkan sedu sedannya

Ini, puisi kuserahkan dipangkuanmu
Sebab hanya inilah yang menjadi
Cindramata bagi jalan panjang kita



2016.

Rabu, 20 Januari 2016

Puisi-puisi terbaru di Koran INDOPOS (Desember 2015)



Setelahnya Dago

                                                 :ESR


Dan terlepaslah bintang-bintang
Dari sarangnya

Beberapa mahluk bernama sunyi
Sempat melintas, tapi kuabaikan

Lalu turunlah bait-bait baru ini
Di jalan tempatmu tinggal

Ternyata
Aku ingin kembali lagi di sini
Menunggumu tanpa sinyal apapun
Hanya ingin mendengar cerita kopi
Barumu

Hanya ingin tenang
Dan luluh dibundar matamu

Lalu, alis matamu itu
Membawaku pada hutan-hutan
Kecemasan dan sebuah kafe
Tempat kesepian dirayakan

“Bahagia itu apa?” katamu
Sambil menyisakan sedikit
kopi ijen di bibirmu

“Bahagia itu titik, titik, titik”
Balasku. Kopi ijen itu pun
Berpindah ke bibirku

Mungkin tak ada salahnya
Kalau kau dan aku pulang
Selarut ini. Lampu-lampu
Di pinggir jalan terdiam gelisah

“Simpan senyumku ini
Selagi bulan masih berkedip”

“Lusa nanti, ada kopi baru
Yang akan kuhidangkan padamu”

 Dan malam semakin dingin
Wajahmu pun disepuh angin

Sampai aku pun tak tahu
Jam berapa saat ini


2015




Bersandar Pada Arsy-Mu


Semua telah kuabaikan, lalu aku cari satu-satu
Dimana detak kebahagiaan itu memancar
Rukukku kusambung menjadi jembatan
Aku baca kiblat yang lain. Lalu harus kemana
Rindu ini berakhir? Jika tak lagi bisa bersandar
Pada Arsy-Mu

Aku pun memecahkan kerak kegelapan
Yang melilit tubuhku. Membiarkan doa-doaku
Pecah di udara seperti jelaga. Kepasrahanku kurasakan
Dekat dan menitikan airmata. Mawar-mawar tumbuh
di ranting-ranting hatiku. Lalu harus kemana
Rindu ini kuarahkan? Jika tak lagi ada yang bisa
Diakrabi

Baiklah, izinkan seluruh thawaf cintaku malam ini
Hanya menuju diri-Mu semata dan merindukan
Yang bukan sia-sia . Karena tak ada satu pun
kekecewaan kalau semua arah tertuju pada-Mu


2015