Selasa, 23 Desember 2014

Review Film Pendekar Tongkat Emas

Keputusan Cempaka dan Janji Elang

Oleh: Rendy Jean Satria



"If you seek truth you will not seek victory by dishonorable means,
and if you find truth you will become invincible".
(Epictetus, Filsuf Yunani Kuno)



Tidak perlu ragu-ragu untuk menonton film terbaru dari Mira Lesmana dan Riri Riza melalui rumah produksi Miles Film. Kali ini film terbaru Miles Film, dipercayai oleh sutradara muda berbakat Ifa Isfansyah. Genre yang unik dan berani ini, menghadirkan film silat yang belum sama sekali disentuh sebelumnya oleh Mira Lesmana dan Ifa Isfansyah dalam film-film mereka sebelumnya. Jadi bisa dikatakan film silat ini proyek pertama mereka. Pendekar Tongkat Emas, mungkin adalah film yang ditunggu-tunggu oleh para penggila film di Indonesia. Genre film silat ini, pun dibintangi oleh aktor dan aktris serius. Eva Celia (Dara), Cristine Hakim (Cempaka), Slamat Rahardjo (Dewan Datuk Bumi Persilatan), Darius Sinatrya (Naga Putih), Nicholas Saputra (Elang), Reza Rahardian (Biru), Tara Basro (Gerhana) dan aktor cilik Aria Kusuma (Sebagai Angin). Dari serentetan nama-nama aktor diatas pun, kita menjadi penasaran, karena para aktor-aktor tersebut sebelumnya belum pernah sama sekali bermain di film-film silat sebelumnya. Lagi-lagi, kepekaan mereka sebagai aktor benar-benar diuji dalam film Pendekar Tongkat Emas ini dan kejeniusan sang sutradara pun juga dipertaruhkan di film ini.

Film Pendekar Tongkat Emas, tidak hanya bercerita tentang sebuah perguruan silat Tongkat Emas, yang dipimpin oleh Guru Cempaka, dalam melatih ke empat muridnya, Biru, Dara, Angin dan Gerhana untuk mewarisi tongkat emas dan ilmu melingkar bumi. Sebuah Ilmu yang sangat sakti yang tidak boleh jatuh kepada orang yang tidak tepat. Tapi film Pendekar Tongkat Emas, juga mengajarkan tentang sebuah keputusan, keberanian dan pengabdian. Film yang berlatar belakang waktu masa lampu, mengambil setting di daerah Sumba Timur, yang eksotis, dengan unsur alam yang masih jernih dan indah.

Prolog film ini dibuka dengan alur cerita yang menegangkan. Yaitu keputusan Guru Cempaka,mewarisi tongkat emas kepada Dara. Dara pun menerima keputusan itu. Namun Biru, sebagai murid senior yang paling tinggi ilmunya di antara ke empat murid Cempaka. Tak terima dengan keputusan Cempaka. Dara dan Angin pun dibawa ke suatu tempat oleh Cempaka untuk berlatih ilmu tongkat emas. Di tengah perjalanan mereka, Biru dan Gerhana, ingin merebut tongkat emas itu dari Dara. Ditengah perebutan tongkat emas itu, Guru Cempaka merenggang nyawa dibunuh oleh Biru dan Gerhana karena membela Dara dan Angin. Dara dan Angin pun berhasil diselamatkan oleh Elang, mereka berdua terluka. Ditengah film ini, kita akhirnya bisa mengetahui siapa sosok misterius Elang sebenarnya. Ia adalah pewaris terakhir dari ilmu tongkat emas dan ilmu melingkar bumi. Tapi Elang telah berjanji untuk tidak mencampuri urusan perguruan silat tongkat emas, kepada sang ayah, Naga Putih yang tidak lain adalah suami dari Cempaka. Keputusan Cempaka, janji Elang, kesetiaan Dara dan Angin, dan penghianatan Biru dan Gerhana, menciptakan alur yang dramatis dan menimbulkan efek-efek kejutan.

Kejeniusan Ifa Isfansyah dalam meramu film silat ini, patut diapresiasi. Gerakan-gerakan silat yang cepat, saling berkelindan dengan sinematografi yang cukup mumpuni dengan arahan teks skenario dari Jujur Prananto. Musik dari Erwin Gutawa juga mampu memberikan efek-efek puitik di dalam film ini.  Kerja kreatif yang dikerjakan oleh Miles Film ini, memberikan dampak progresif, semangat kreatif untuk perkembangan ke depan film Indonesia. Mira Lesmana, sang yang punya ide jenius ini, hanya ingin memberitahu kepada khalayak, kalau sineas Indonesia juga mampu memberikan tontonan film silat yang bermutu, elegan dan indah. Dan ini dimulai dari film silat Pendekar Tongkat Emas. Well, bagi mereka yang belum menonton film Pendekar Tongkat Emas, harus segera ditonton, karena akting silat dari Nicholas Saputra (Elang) dan Reza Rahardian (Biru) saat mereka beradu silat mati-matian di akhir film, sangat dinanti-nantikan.
 
Desember, 2014




Selasa, 16 Desember 2014

Jurnal Sajak Edisi 6


Dua puisi Rendy Jean Satria dimuat di Jurnal Sajak Edisi 6
Berjudul: "Dari Kota Lama dan Curug Cinulang"

Jurnal Sajak Edisi 4


Satu puisi Rendy Jean Satria, dimuat di Jurnal Sajak Edisi 4, 
berjudul: "Surat Cinta Buat Penyanyi Dangdut Tasikmalaya"